Tampilkan postingan dengan label Biosfer. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Biosfer. Tampilkan semua postingan

Senin, 25 April 2011

Punglor (Anis) Merah

Kicaunya yang merdu meninggi dan panjang yang kemudian merendah, diimbangi gerakak kepala ke kanan--ke kiri, ke atas dan ke bawah membuat para penggemar berlomba-lomba untuk memilikinya. Gerakan kepala itu mereka sebut teler. Gerakan itu dianggap bak seorang pemabuk. Para penggemar burung kicauan rela merogoh kocek dalam-dalam demi burung ini. Semakin bagus dan semakin lama burung itu mampu bertahan berkicau, ditambah semakin teler gerakannya, maka semakin mahal harga burung itu. Apalagi kalau burung tersebut sudah pernah memperoleh gelar juara dalam suatu kontes burung kicauan, maka harganya akan melambung tidak masuk akal. Harga normal burung yang sudah pandai berkicau dan teler berkisar antara Rp 1.000.000,- sampai sekitar Rp 1.500.000,-. Seorang penggemar yang juga setengah pedagang beberapa hari yang lalu menjual dua ekor burung jenis ini seharga Rp 2.600.000,-. Suatu harga yang tinggi menurut ukuran penulis. Sedangkan untuk seekor anakan yang baru mulai bisa makan sendiri dengan umur sekitar satu bulan dihargai Rp 750.000,-.

Itulah tingginya gengsi burung yang oleh sebagian besar masyarakat Jawa Timur disebut punglor. Sedangkan di Jawa Barat dan beberapa tempat yang lain sering disebut sebagai anis. Gambar yang tertera di atas dinamai punglor (anis) merah karena bulu kepala dan bulu bagian depan berwarna kemerahan (tepatnya: coklat). Sedang bulu punggungnya didominasi warna hitam dan bulatan yang berwarna lebih hitam. Untuk bulu sayapnya berwarna hitam dengan sedikit warna putih pada tekukan sayap. Ada sebagian masyarakat yang menyebut punglor (anis) merah ini dengan punglor bata, karena warnar utamanya mirip warna bata (batu merah).

Sebenarnya ada beberapa varietas dari jenis burung punglor ini. Varietas lain tersebut di antaranya punglor jali. Punglor jali ini ada juga yang menyebut dengan anis kembang. Ada pula punglor macan, punglor kopi, punglor mandarin, dan punglor cendana. Punglor jali atau anis kembang, bagian kepalanya berwarna coklat tua, punggung hitam, dan bagian depan (dada) berwarna putih bertotol-totol hitam. Warna punglor macan hampir mirip dengan punglor jali atau anis kembang. Bedanya, bercak-bercak hitam pada dadanya lebih besar. Ukuran badannya pun lebih besar. Punglor kopi berwarna utama hitam dengan di beberapa tempat berbulu putih. Menurut penuturan, punglor kopi ini dulu banyak ditemukan di sekitar perkebunan kopi. Sedang untuk punglor mandari didominasi warna coklat. Adapun untuk punglor cendana, warna bulu utamanya adalah coklat cerah dengan beberapa variasi putih.

Daerah persebaran burung ini hampir merata di wilayah Indonesia bagian Barat dan Nusa Tenggara, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, dan beberapa pulau di Nusa Tenggara. Di habitatnya, burung-burung tersebut hidup dan bersarang di pohon-pohon tinggi. Mereka memakan berbagai macam serangga dan ulat. Tidak jarang mereka pun turun ke permukaan tanah yang lembab atau becek untuk mencari cacing. Umumnya burung-burung tersebut bertelur antara dua sampai tiga butir. Saat ini, burung punglong yang hidup di alam liar semakin langka. Kicauannya di tengah rimba sudah jarang terdengar. Terlebih di pulau Jawa. Pemangsa tingkat kedua dalam rantai makanan ini kehidupannya semakin terancam oleh para pemburu, walau saat ini sudah ada pihak yang sudah berhasil menangkarkannya. Para pengangkar itu umumnya menangkarkan punglor merah dan punglor jali atau anis kembang yang secara ekonomis memang paling mahal harganya, di samping paling mudah mendapatkannya. Para penangkar punglor kabarnya berada di Bali, Solo, Malang, dan Jakarta. Semoga hasil tangkarannya ada yang dilepasliarkan di habitat aslinya sehingga keseimbangan ekosistem itu dapat terjaga.

Rabu, 30 Maret 2011

Nipah Bajulmati

Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persebaran vegetasi (juga makhluk hidup yang lain) adalah faktor beda tinggi permukaan Bumi (relief) yang kemudian mempengaruhi pola penyinaran Matahari (faktor fisiografi). Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dengan reliefnya yang kasar (rudget), sehingga memiliki flora yang beraneka-ragam. Floranya berbeda-beda menurut ketinggian tempat, mulai dari ketinggian 0m hingga ketinggian lebih dari 4.500m di atas permukaan laut. Di daerah pantai hingga ketinggian 3m (jika keadaan tanah memungkinkan) dijumpai tumbuhan bakau (mangrove). Semakin tinggi ke arah daratan, maka akan dijumpai tumbuhan palma jenis nipah, kemudian kelapa, selanjutnya hutan rimba berdaun lebar hingga ketinggian sekitar 1.200m di atas permukaan laut. Dari ketinggian tersebut, hutan akan didominasi oleh tumbuhan berdaun jarum (cemara, pinus, dsb) sampai ketinggian sekitar 3.000m. Dari ketinggian 3.000m sampai ketinggian sekitar 4.100m dijumpai padang rumput yang diselingi cemara kerdil dan semak-belukar hingga sampai batas mendekati salju digantikan oleh tumbuhan lumut.

Berikutnya dalam posting ini secara singkat hanya akan mengupas tentang tumbuhan yang hidup pada ketinggian sekitar 3m, yakni nipah. Nipah yang dimaksud adalah nipah yang tumbuh di daerah Bajulmati, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang. Nipah yang dijumpai sisi kanan dari kali Penguluran, dekat jembatan Bajulmati. Penulis tertarik mem-posting-kan nipah ini karena nipah tidak banyak ditemukan di daratan Jawa, terlebih di Malang Selatan yang pantainya cenderung berpegunungan kapur. Nipah di tempat ini dilingkupi oleh tumbuhan jati dan beberapa semak belukar. Bahkan di beberapa lokasi yang agak tinggi, masih relatif dekat dengan nipah tersebut ditemukan tumbuhan siwalan (lontar) yang identik dengan daerah minim curah hujan. Sangat karakteristik.

Populasi dari nipah yang kemudian sebut saja nipah Bajulmati ini sebenarnya relatif tidak banyak. Nipah tersebut hidup terbatas pada area kira-kira seluas 150m persegi, hidup di tepi kanan kali Penguluran menuju titik muara. Menilik dari ukurannya, tumbuhan ini umumnya merupakan tumbuhan muda. Tumbuhan yang hidup beberapa tahun terakhir ini. Berdasarkan klasifikasi tumbuhan berdasarkan kebutuhan tumbuhan terhadap air, nipah termasuk higrofit. Berdasarkan hal itu bisa dipastikan bahwa habitat nipah Bajulmati berupa daerah rawa. Rawa tersebut merupakan luberan air dari kali Penguluran ketika volume airnya meninggi. Terlebih ketika pasang naik dari pantai Bajulmati terjadi yang kemudian masuk pada lembah kali Penguluran. Perlu diketahui bahwa letak nipah ini terhadap muara hanya berkisar sekitar 300m.

Dengan adanya nipah di Bajulmati ini dapat menambah keanekaragaman hayati yang ada di daerah tersebut, khususnya. Banyak kemanfaatan yang diperoleh dari keberadaan nipah ini. Terlebih jika jalan raya Lintas Selatan nanti sudah selesai dan menjadi jalur transportasi yang ramai di Jawa bagian selatan. Menurut satu sumber, bahwa hutan mangrove (termasuk nipah) dapat menetralisir gas karbon hingga sebesar 60%. Dalam kehidupan sehari, pada masyarakat Maluku dan beberapa masyarakat lain di Indonesia, daun nipah dapat dimanfaatkan untuk atap bangunan, dan batangnya diolah menjadi sagu yang kaya kabohidrat. Di samping itu, nipah Bajulmati ini akan menjadi habitan yang baik baik berbagai jenis ikan dan biota-biota air lainnya.

Sumber:
- Nianto Mulyo, Bambang dan Suhandini, Purwadi. 2004. Kompetensi Dasar Geografi Jilid 2A. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
- Sandy, I Made. 1982. Atlas Indonesia. Jakarta: PT Dhasawarna dan Jurusan Geografi-FIPIA-UI.
- Wardiatmoko, K. 2004. Geografi SMA Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
- Beberapa sumber lain.

Selasa, 22 Maret 2011

Laba-laba, Penunggu Rumah yang Setia

Rasanya tiada duanya makhluk di dunia ini yang betah tinggal di rumahnya. Untuk mencari makan pun dia tak sedikitpun beranjak meninggalkan rumah yang telah dibuatnya. Binatang berkaki delapan ini sangat sabar menunggu makanannya datang dan terjerat rumahnya yang berbentuk jaring. Dia tak terpengaruh hiruk-pikuk di sekitarnya. Dia fokus di rumah yang dibuatnya dari benang-benang yang dikeluarkan dari tubuhnya. Dia tidak rakus terhadap kepemilikan rumah. Juga tak tamak dalam mencari makan. Dia akan makan kalau ada mangsa yang memang rejekinya. Sesekali dia bergeser untuk memperbaiki jalanya yang rusak akibat terpaan angin atau sebab lain.

Keterangan foto:
Dokumentasi pribadi dengan menggunakan kamera Sony DSC-W 150 pada 13 Pebruari 2011. Lokasi SMAPa Malang.

Senin, 14 Maret 2011

Bungai Bangkai Jawa

Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia. Di antara keanekaragaman hayati itu berupa kekayaan taru (tumbuhan) yang salah satu di antaranya berupa bungai bangkai. Bunga yang menebarkan bau seperti bangkai ini yang paling dikenal dunia adalah bunga bangkai dari pulau Sumatera, yakni bunga Raflesia Arnoldi. Sebenarnya bunga bangkai tidak hanya tumbuh di pulau Sumatera, tetapi juga dapat ditemukan di pulau Jawa seperti yang tertera pada gambar di samping. Memang bunga bangkai dari Jawa ukurannya lebih kecil dibanding bunga bangkai yang berasal dari pulau Sumatera. Ukuran tinggi bunga bangkai dari Jawa ini sekitar 65cm. Namun demikian, keindahan bunga bangkai Jawa ini tidak kalah indah dibanding bunga sejenis yang ada di pulau Sumatera.

Bungai ini biasanya muncul pada awal musim penghujan, yakni pada bulan Oktober atau Nopember. Ketika mekar hanya bertahan sekitar tiga hari, kemudian secara berangsur-angsur akan layu dan mati.

Foto bunga bangkai tersebut saya ambil di sebuah pekarangan penduduk di Kabupaten Malang sekitar akhir Oktober tahun 2010.

Kamis, 06 Januari 2011

Lalat

Lalat merupakan binatang kecil yang termasuk dibenci manusia. Makhluk ini tidak pilih-pilih tempat/benda yang ingin dihinggapi. Tempat jorok maupun tempat bersih menjadi sasaran hinggapnya. Bau tidak sedap dan menjijikan menjadi sasaran hinggap kesukaannya. Lantaran itu lalat sering dicap sebagai biota pembawa berbagai penyakit. Terlebih lagi di kaki-kakinya tumbuh bulu-bulu halus yang bisa menempelkan bagian-bagian kecil dari sesuatu yang dihinggapinya. Belum lagi telapak kaki belakangnya yang melebar yang juga berfungsi sebagai penahan/penyengkeram sesuatu yang dihinggapinya. Tentu kaki-kaki itu akan cenderung membawa bagian tertentu dari sesuatu yang dihinggapinya. Seandainya yang dihinggapi itu bunga akan tidak menjadi masalah. Sebab yang akan terbawa adalah serbuk-serbuk sari yang justru membantu dalam proses pembuahan. Namun jika yang dihinggapi itu sesuatu yang jorok/kotor, maka yang akan menempel/terikut di kaki-kakinya adalah kotoran yang bisa jadi membawa bibit penyakit. Maka dari itulah lalat dibenci manusia.

Namun demikian menurut satu penuturan bahwa bagian dari lalat ini yang banyak mengandung penyakit adalah pada bagian kaki-kaki kirinya. Sedang bagian dari kaki-kaki kanannya merupakan penangkal dari penyakit. Jadi tempat obatnya. Menurut penuturan itu, jika misalnya air minum kita kejatuhan lalat dan air minum itu terpaksa kita minum maka sebelum diminum, lalat yang masuk ke dalam air itu dianjurkan untuk dibenamkan lalu dibuang, baru air itu diminum. Hal itu dilakukan karena untuk menetralisir penyakit yang ikut terbawa masuk dalam air minum itu. Apakah demikian adanya? Wallahu a'lam.